17 Okt 2012

Haji Altruis

Oleh: Ahmad Rifai Zen, MA

Namanya Muhammad bin Zuhri, biasa dipanggil Muhammad Zuhri. Tidak terlalu terkenal seperti Saifudin Zuhri yang belum lama ini digerebek tim Densus 88 memang. Tapi di kalangan para aktivis masjid, nama putra kelahiran Pati ini sangat populer. Aktivis Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB) malah mengakuinya sebagai “Kiai Haji”.

Bukan terlalu berlebihan jika tokoh yang satu ini disebut kiai. Selain budayawan terkenal Emha Ainun Najib pernah tercatat sebagai salah seorang “santrinya”, nama tokoh ini juga tercatat sebagai salah satu pemrakarsa berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Begitulah label yang penulis sendiri dengar ketika beliau memberikan ceramah di kediaman bos Mc Donald Indonesia, Ir. Bambang Rahmadi.

Penulis tidak begitu mengerti kenapa sosok low profile ini sangat tahu banyak pelajaran filsafat yang sering kali membuat kepala banyak orang pusing tujuh keliling. Masa mudanya dia jalani sebagai guru agama, tetapi ternyata jiwa senimannya lebih dominan, hingga ketika ia sudah menjalani hidup berrumah tangga, pria yang biasa disapa Pak Muh ini meimilih hidup di Jakarta sebagai seorang pelukis.

Tetapi dari profesi inilah titik tolak perjalanan spiritualnya justru dimulai. Di kota seribu impian ini Haji altruis tidak menjalani kehidupan secara mulus. Dengan mengandalkan pekerjaan sebagai pelukis, pendapatan pria berkaca mata ini kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya di kampung. Walhasil istri dan anak-anak sering kali hidup terlantar.

Dalam kondisi seperti ini tiba-tiba datang seorang nenek tua yang menawarkan jasa kepadanya. Di tengah kehidupan Jakarta yang serba komersil, sang nenek datang bak dewa penolong. Si nenek menawarkan sebuah rumah layak untuk ditempati gratis oleh pria kalern ini. Tentu saja sang Kiai tidak menolaknya, melihat ketulusan si nenek.

Setelah cukup lama tokoh yang selalu memakai kopyah ini menempati rumah cantik itu, beliau mulai mencium gelagat kurang beres dari si nenek. Usut punya usut, si nenek i ternyata penganut ilmu hitam yang telah beberapa kali berhasil menjebak beberapa pria serupa Pak Muh untuk dijadikan tumbal ilmu setan nenek reot ini. Sekarang giliran pak Muh. Mengetahui hal ini sang altruis yang saat itu masih polos tidak bisa melakukan apa-apa. Nasibnya kini benar-benar bagai telur di ujung tanduk. Dia benar-benar dalam posisi terjepit tak berdaya sama sekali.

Dalam kondisi inilah nampaknya Allah menunjukkan kuasanya. Pria yang masih polos ini hanya pasrah total, pasrah menyerahkan nasibnya kepada Sang Pencipta makhluk. Ia menyadari sepenuh hati bahwa dirinya hanya seorang mahluk yang tak berdaya. Belakangan Ia baru tahu maqam seperti itu adalah maqam mutawakkilin, derajat lebih tinggi dari tingkatan mu’minin dan muttaqin. Benar, dengan kuasa ilahi, akhirnya ia selamat dari cengkeraman maut.

Penistiwa itu seolah benar-benar telah merubah garis hidup “haji altruis” 180 derajat. Selain karena dia telah cukup mempunyai latar belakang pengetahuan agama karena pernah menjadi guru agama, sejak peristiwa itu ruang cakrawala spiritualitas haji altruis seakan terbuka penuh (mukasyafah). Ini membuat kiai yang foto auranya didominasi aura fositif ini ingin menjadi pengabdi Tuhan yang benar-benar kaffah. Dengan cara menjadi pelayan seluruh hamba-hamba-Nya di bumi, sang altruis ingin mengekspresikan dirinya benar-benar sebagai khalifatullah fi al-ardh. Begitulah priinsip yang dipegangnya hingga kini.

0 komentar:

Posting Komentar